Info
|
Profil G+ Profil Facebook Profil twitter
Home » » Bersabar dalam Ujian, Bersyukur dalam Kenikmatan

Bersabar dalam Ujian, Bersyukur dalam Kenikmatan

Written By xxxxx on Senin, 24 Februari 2014 | 09.24

Bersabar dalam Ujian, Bersyukur dalam Kenikmatan [Indonesiaku Islam]
Dengan demikian, mari kita jadikan terjadinya bencana atau musibah di negeri ini sebagai media terbaik kita untuk tetap istiqomah dalam keimanan dan ketakwaan dengan terus mengasah kemampuan diri untuk selalu bersabar

Ada banyak perspektif atau pun sudut pandang yang bisa dikemukakan dalam melihat banyaknya bencana atau musibah yang terjadi di negeri ini. Namun, sebagai Muslim tentu kita harus meyakini bahwa semua bencana yang menjadi musibah ini adalah bagian dari ketetapan Allah Ta’ala.

Dengan demikian, maka tidak ada respon atau pun reaksi terbaik dari terjadinya musibah yang menimbulkan kesulitan dan kesusahan dalam kehidupan ini melainkan semakin menguatkan iman dalam hati bahwa Allah benar-benar Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Di sisi lain, manusia mesti menyadari bahwa perkembangan ilmu dan teknologi yang dimilikinya sama sekali tidak ada apa-apanya dengan kekuatan ilmu yang ada di sisi Allah Ta’ala. Sungguh tak pantas manusia menepuk dada kemudian ingkar kepada Allah. Untuk itu, sudah seharusnya umat Islam menjadikan terjadinya bencana ini sebagai jalan terbaik untuk kembali kepada Allah Ta’ala.

Bagaimana tidak, Gunung Kelud yang bisa dikatakan baru ‘batuk’ saja sudah mampu menebar debu vulkanik yang cukup berbahaya bagi kesehatan tubuh hingga ke wilayah-wilayah yang sangat jauh, bahkan mampu melumpuhkan aktivitas penerbangan di beberapa bandar udara. Hal ini menunjukkan bahwa kuasa Allah sangat luar biasa.

Memulai Lembaran Ihsan
Tentu ada kesedihan, duka dan penderitaan dari terjadinya musibah dan bencana yang terjadi di beberapa wilayah di negeri ini. Tetapi, kita mesti meyakini bahwa apa pun keputusan Allah, termasuk letusan gunung adalah suatu keputusan penting yang tentu memberikan banyak manfaat bagi kehidupan manusia.

Satu sisi misalnya, mungkin ada kehilangan harta benda yang cukup banyak akibat bencana yang terjadi. Tetapi, betapa jiwa kita melihat dan merasakan sendiri bahwa ternyata Allah benar-benar Maha Kuasa.

Kemudian, dari bencana tersebut terlihat bagaimana rasa persaudaraan dan kepedulian sesama umat di negeri ini sangat tinggi. Betapa tidak, berbagai kelompok dari umat ini datang berbondong-bondong memberikan segenap daya dan kemampuan untuk membantu meringankan beban mereka yang langsung terkena dampak bencana.

Dari sedikit fakta ini kita dapat memahami bahwa ternyata bencana atau musibah pada kenyataannya juga mendatangkan rahmat Allah Ta’ala yang tidak sedikit. Bayangkan, betapa susahnya iman itu tumbuh dalam hati dan mengakar kuat dalam kondisi biasa-biasa saja. Dengan musibah, mereka yang mau berpikir dan merenung, tentu akan semakin meningkat kualitas keimanannya.

Demikian pula halnya dengna persaudaraan. Persaudaraan itu adalah nikmat dari Allah yang sangat berharga. Dalam kehidupan biasa-biasa saja, mungkin sangat sulit rasa persaudaraan dan kepedulian dihidupkan. Tetapi, dengan adanya bencana, banyak hati tergerak untuk bahu-membahu saling peduli.

Jadi, bencana yang mendatangkan duka, di sisi lain ternyata memberikan anugerah besar yang menunjukkan bahwa Allah benar-benar Maha Adil, Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

Dalam buku “Dywan Imam Syafi’i” yang dita’lif, Ta’liq wa Takhrij oleh Syaikh Muhammad bin Abdurrahman, Imam Syafi’i berkata, “Duka itu merupakan permulaan munculnya ihsan, dan takdir mendominasi segalanya. Yang terjadi adalah apa-apa yang tertulis di Lauhul Mahfudz. Nantikanlah kesejateraan beserta penyebab-penyebabnya. Bersikap patuhlah selama engkau masih memiliki nyawa.

Allah akan Mengganti
Pernyataan Imam Syafi’i tersebut sangat patut untuk kita renungkan. Karena secara ilahiyah itu bersinggungan kuat dengan apa yang Allah firmankan di dalam Al-Qur’an.
مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَن يُؤْمِن بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. At Taghaabun [64]: 11).
Dalam tafsirnya, Ibn Katsir menjelaskan bahwa siapa saja yang ditimpa musibah kemudian dia menyadari bahwa hal itu terjadi atas qadha’ dan takdir Allah, lalu dia bersabar dan mengharapkan balasan pahala atas kesabarannya, serta menerima keputusan yang telah ditetapkan oleh Allah terhadap dirinya, maka Allah akan memberikan petunjuk ke dalam hatinya dan akan menggantikan apa yang telah hilang dari dirinya di dunia dengan petunjuk dan keyakinan di dalam hatinya.

Lanjut Ibn Katsir, kadangkala Allah akan mengganti sesuatu yang diambil dari hamba-Nya dengan sesuatu yang sama nilainya. Kadangkala Allah akan menggantinya dengan ganti yang lebih baik.

Menurut Ali bin Abi Thalhah, ayat tersebut memberikan penjelasan bahwa Allah akan memberi petunjuk di dalam hatinya untuk benar-benar yakin, sehingga dia mengetahui bahwa apa yang menimpanya itu tidaklah untuk menyalahkannya.

Pesan Nabi
Dengan demikian maka tidak patut seorang Muslim berduka berlarut-larut dengan terus meratapi apa yang dianggapnya menyusahkan. Juga tidak pantas seorang Muslim melihat kejadian ini hanya sebagai suatu kebetulan. Karena pandangan seperti itu tidak memberi manfaat positif apa pun selain akan menambah kerasnya hati dan akal kita sendiri, sehingga sulit menerima kebenaran.

Sikap terbaik adalah dengan mengembalikan itu semua kepada Allah, sehingga setiap kejadian akan mendorong kita untuk semakin yakin akan kekuasaan Allah Ta’ala.

Dengan keyakinan yang kuat, maka setiap Muslim akan menjadi manusia-manusia ajaib seperti yang disampaikan oleh Rasulullah.
“Sungguh menakjubkan keadaan orang Mukmin itu. Allah tidak menetapkan suatu keputusan baginya melainkan keputusan itu adalah baik baginya. Jika ditimpa kesusahan, ia bersabar, maka yang demikian itu lebih baik baginya. Jika mendapat ksesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu adalah lebih baik baginya. Dan hal tersebut tidak akan menjadi milik siapa pun kecuali orang Mukmin.” (HR. Bukhari Muslim).
Dengan demikian, mari kita jadikan terjadinya bencana atau musibah di negeri ini sebagai media terbaik kita untuk tetap istiqomah dalam keimanan dan ketakwaan dengan terus mengasah kemampuan diri untuk selalu bersabar dalam ujian dan bersyukur dalam kenikmatan.*

Rep: Imam Nawawi
Share this post :

Posting Komentar